Bantul, Kabar Jogja – Tokoh sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta menilai DNA satriya warga Bantul terbentuk karena kondisi alam dan sifat-sifat orangnya yang terbuka menerima hal-hal baru dari luar. Semangat satriya dari tiga perjuangan besar menjadi perhatian untuk ditularkan ke generasi muda.
Pemahaman inilah yang pada Kamis (10/7) malam dipaparkan dua ahli sejarah, Ketua Parampara Praja DIY sekaligus dosen UGM Sutaryo dan anggota tim ahli cagar budaya DIY Yuwono Sri Suwito dalam sarasehan Hari Jadi ke-194 Bantul ‘Bantul Bumi Satriya’.
Sutaryo dalam paparannya berjudul sesuai tema HUT Bantul ke-194, ‘Bantul Bumi Satriya; Sawiji Ambuka Kertaning Praja’ mengatakan dengan kontur alam yang menjadi hilir dari berbagai sungai besar di Yogyakarta. Bantul tidak hanya sejahtera secara ekonomi, namun juga memiliki kesuburan tanah yang lebih baik akibat letusan Gunung Merapi.
“Kedua hal inilah yang menjadikan Bantul sebagai magnet bagi orang luar untuk mencari peruntungan rejeki. Aliran air berbagai sungai yang bermuara di pantai selatan, tak hanya membawa cerita namun juga membawa modal material untuk kemajuan Bantul,” jelasnya.
Dengan sifatnya yang sangat terbuka, orang-orang Bantul menerima berbagai pengaruh yang positif dan bermanfaat dari orang luar. Terlebih lagi, secara sosial masyarakat Bantul baik secara lingkungan, kemasyarakatan maupun keluarga selalu menjaga keselarasan dan harmonisasi sesama manusia.
Sementara, Yuwono mengharapkan sifat satriya warga Bantul haruslah disesuaikan dengan falsafah keraton Ngayogyakarta tentang sifat pemimpin yaitu Hamangku, Hamengku, dan Hamengkoni.
Hamangku, yaitu mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan dengan pengabdian tanpa pamrih. Hamengku berarti melindungi dan mengayomi secara adil, tanpa membeda-bedakan golongan, keyakinan, dan agama.
“Sedangkan Hamengkoni, mengandung makna keteladanan dan watak gung binathara,” jelasnya.
Bagi Yuwono, apabila sifat kepemimpinan ini dilandasi dengan falsafah Sawiji, Grégét, Séngguh, Ora Mingkuh, dijiwai dengan idealisme yang kuat, komitmen yang tinggi, integritas moral, serta nurani yang bersih, disertai dengan semangat Golong - Gilig, maka lengkaplah sebutan Wataking Satriya Ngayogyakarta.
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengatakan sarasehan ini menjadi satu rangkaian berbagai kegiatan peringatan hari jadi Bantul yang ke-194 pada 20 Juli nanti.
Menurutnya sarasehan ini sangat penting karena bertujuan mengingatkan kembali, khususnya generasi muda tentang siapa leluhur yang sejatinya telah memiliki spirit mulia tentang jiwa patriotisme dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.
“Jiwa merdeka, pantang menyerah, menolak ketidakadilan, semangat melawan penjajah tertanam dalam sanubari masyarakat Bantul sejak dulu kala,” ucapnya.
Karenanya penumbuhan nilai-nilai satriya pada seluruh elemen masyarakat dan generasi penerus Bantul dilakukan melalui transformasi sumberdaya manusia menuju masyarakat yang tangguh, produktif dan berdaya saing, yang dikemas dalam semboyan Bantul Waras, Wasis, Waskita. (Tio)