-->
  • Jelajahi

    Copyright © KabarJogja.ID - Kabar Jogja Hari Ini
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Hutan Rakyat Terancam Tak Produktif, Butuh Ribuan Pendamping

    02/08/25, 15:48 WIB Last Updated 2025-08-02T08:48:57Z

    Hutan Rakyat Terancam Tak Produktif, Butuh Ribuan Pendamping

    Bantul, Kabar Jogja - Pusat Sains Lanskap Berkelanjutan (PSLB) Instiper Yogyakarta menyebut keberadaan 20 juta hektar hutan rakyat terancam tidak akan memberi dampak perekonomian bagi masyarakat karena kurangnya pendampingan.


    Melalui program Summer Course Agroforestri Industrial, Fakultas Kehutanan dan PSLB Istiper Yogyakarta diharapkan bakal melahirkan pendampingan hutan rakyat yang mampu menjelaskan arah pemanfaatan lahan.


    “Saat ini total Indonesia memiliki 120 juta hektar hutan, turun dari 140 juta dalam sepuluh tahun terakhir. Kemudian, dari total tersebut, 20 juta hektar diserahkan ke masyarakat lokal untuk dikelola untuk meningkatkan ekonomi,” kata Ketua PSLB Istiper Yogyakarta Agus Setyarso, Sabtu (2/8).


    Dipaparkannya, saat ini kondisi hutan rakyat yang digagas pemerintah belum optimal memberikan dampak peningkatan ekonomi pada masyarakatnya. Pasalnya pemerintah dalam program ini hanya fokus dan memberi skala prioritas pada proses pembagian lahan dan keluarnya surat keputusan (SK) kepada pengelolaannya.


    Sedangkan untuk tata kelola dan manajemen kehutanan, masyarakat dominan menunggu investor dalam menggarap hutannya.


    “Disinilah peran penting pendamping kehutanan. Selain memberikan arah yang jelas dalam hal pemanfaatan lahan serta jenis tanaman apa yang mampu memberi nilai ekonomi berkelanjutan,” paparnya.


    Agus memastikan, keberadaan hutan rakyat tidak hanya demi perekonomian masyarakatnya, namun juga keberlanjutan bumi. Hutan rakyat yang terjaga berfungsi sebagai pengendali pada masalah perubahan iklim yaitu pemanasan bumi.

    Keprihatinan juga diberikan pada kondisi hutan rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari total 50 ribu hektar hutan, 16 ribu hektarnya diserahkan ke rakyat dan tersebar mulai dari perbukitan di sekitar Gunung Merapi, perbukitan Menoreh, perbukitan Bantul dan kawasan pesisir di sepanjang selatan Gunungkidul.


    Menurutnya masa depan hutan rakyat di DIY patut dipikirkan karena arah pembangunan yang seharusnya diterapkan pemerintah tidak jelas. Hutan rakyat nyaris tidak terurus, karena  tidak ada lembaga maupun aturan khusus yang kemudian mengolahnya.


    “Hal ini berakibatnya pada maraknya praktik tebang pohon untuk kebutuhan jangka pendek. Tanpa kemudian memikirkan pola pemanfaatan yang berkelanjutan,” terangnya.


    Mengenai Summer Course bertema ‘Nurturing Agropreneurs: Mendorong Profesionalisme Pendamping Agroforestri untuk Lanskap Berkelanjutan’ yang bakal digelar 4-8 Agustus di Temanggung.


    Agus menjelaskan acara ini bertujuan membekali pendamping perhutanan sosial agar makin profesional dalam mendampingi masyarakat mengelola lanskap secara berkelanjutan dari hulu ke hilir.


    "Goal utamanya biar para penggiat dan pendamping perhutanan sosial makin jago secara profesional dalam usaha agroforestry berkelanjutan. Salah satu fokusnya adalah pengembangan agroforestri berbasis kayu ringan bernilai ekonomi tinggi yang tahan banting terhadap perubahan iklim," ucap Agus.


    Diharapkan hadirnya pendamping agroforestri industrial yang memiliki kompetensi dalam pendekatan lanskap cerdas dapat berpengaruh pada kelangsungan lanskap di Indonesia.


    Dekan Fakultas Kehutanan Instiper Yogyakarta, Rawana menegaskan pendamping agroforestri penting untuk menjembatani antara kebijakan, pengetahuan teknis, dan kebutuhan masyarakat. Kondisi di lapangan saat ini menunjukkan masyarakat belum sepenuhnya diedukasi soal nilai kawasan hutan.


    "Fakta di lapangan kehutanan tidak serta-merta. Masyarakat belum diedukasi kawasan hutan yang kemudian memberikan nilai. Dibutuhkan banyak pendamping, ini kunci keberhasilan," ujar Rawana. (Set)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close