![]() |
Mahasiswa UMY inovasi pembasmi hama menjadi pupuk cair |
Bantul, Kabar Jogja – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berhasil mengembangkan produk pupuk organik cair berbahan dasar keong emas. ‘Agriverse’ didaulat sebagai pupuk yang membantu petani mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
Founder sekaligus CEO Agriverse, Arif Reksa Pambudi berhasil mengembangkan produk pupuk organik cair berbahan dasar keong emas. Hama yang biasanya menjadi momok bagi petani. Hama keong emas ini diolah menjadi biofertilizer yang mengandung mikroorganisme dan mampu meningkatkan produktivitas lahan secara signifikan.
“Inovasi ini tidak hanya efektif memberantas hama, tetapi juga mengolah dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk ini juga mampu meningkatkan produktivitas lahan dengan mengolah hama menjadi pupuk organik cair,” terangnya pada Rabu (30/7).
Keong emas sendiri dianggap oleh banyak petani karena mengancam penurunan produktivitas lahan tanaman padi dengan menyebabkan kerusakan serius, terutama pada fase awal pertumbuhan. Keong emas dapat memakan bibit padi yang baru ditanam, sehingga menyebabkan tanaman mati dan mengurangi hasil panen.
Arig memaparkan Agriverse mencoba menjawab keresahan petani yang setiap musim harus menghadapi serangan hama, dan di saat yang sama harus menggunakan pupuk kimia yang semakin menurunkan kesuburan tanah mereka.
“Konsepnya adalah circular agriculture, sehingga hama dapat diolah menjadi pupuk yang digunakan untuk menghasilkan produk pertanian berbahan dasar organik,” ujar Arif, founder sekaligus CEO Agriverse, saat dihubungi pada Rabu (30/07).
Uji coba yang dilakukan Arif dan timnya menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik biofertilizer dari Agriverse telah meningkatkan hasil panen petani. Penggunaannya di lahan sawah seluas 5.000 meter persegi di daerah Tempel, Sleman, meningkatkan hasil panen dari semula hanya 2.800 kilogram menjadi 3.100 kilogram.
Arif memulai Agriverse pada 2024 saat menjadi mahasiswa baru UMY, terinspirasi dari latar belakang keluarganya yang berprofesi sebagai petani di Sleman. Ia merasa terpanggil untuk membantu petani mengatasi persoalan di lapangan dengan pendekatan yang lebih ramah lingkungan.
Dengan memanfaatkan dukungan pendanaan dari Startup and Business Incubator (SEBI) UMY dan Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha (P2MW), Arif membentuk tim mahasiswa lintas disiplin untuk memperkuat pengembangan Agriverse.
Kini, Agriverse telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk terus mengembangkan penelitian dan uji coba produknya. Kerja sama dengan Balai Penyuluh Pertanian dan Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman telah dilakukan di sejumlah kelompok tani di wilayah Sleman dan perbatasan Yogyakarta-Magelang.
Arif juga menambahkan bahwa jejaring mitra Agriverse telah menjangkau industri pertanian seperti Soga Farm Indonesia, yang setuju untuk melakukan kerjasama penelitian.
Mereka menyediakan lahan seluas 1 hektare untuk pengembangan penelitian dan uji coba di lahan greenhouse. Jika berhasil, seluruh mitra petani dari Soga Farm Indonesia akan diarahkan untuk menggunakan pupuk dari Agriverse.
Meskipun merupakan mahasiswa prodi hukum, Arif sadar bahwa peralihan dari sistem pertanian berbasis kimia ke sistem organik membutuhkan waktu. Ini terkait dengan kebiasaan petani dan kondisi lahan yang sudah lama bergantung pada pupuk kimia. Namun, ia optimistis dengan pendampingan dari dinas dan pihak-pihak terkait, program ini dapat berjalan lebih optimal pada akhir tahun ini dan diperluas secara bertahap mulai 2026.
“Kami ingin menjadi katalis dalam pengolahan lahan berbasis organik. Saat ini, Agriverse juga sedang mempersiapkan pengembangan produk beras organik yang menggunakan pupuk kami untuk mendukung praktik pertanian berkelanjutan. Ini adalah bentuk nyata dari circular agriculture yang ingin kami dorong,” pungkas Arif. (Set)