-->
  • Jelajahi

    Copyright © KabarJogja.ID - Kabar Terkini Yogyakarta
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Positif Covid-19, Seorang Dokter di Yogyakarta Meninggal Dunia

    24/08/20, 19:13 WIB Last Updated 2020-08-24T12:13:38Z

     
    Yogyakarta, Kabar Jogja - RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, menjelaskan perihal kabar meninggalnya seorang dokter akibat Covid-19 di rumah sakit tersebut, yang menjadi perhatian publik.


    Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, Dr.Rukmono Siswishanto, Sp.OG(K).M.Kes., melalui Ketua Tim Viral Airbone RSUP Dr. Sardjito, Dr. Ika Trisnawati, Sp., PD., KP., membenarkan adanya seorang pasien Covid-19 meninggal dunia yang berprofesi sebagai dokter. Namun, Dr. Ika menegaskan jika dokter tersebut bukan dokter RSUP Dr. Sardjito.


    “Pasien ini adalah seorang dokter ahli bedah. Yang harus diklarifikasi adalah, almarhum memang dirawat di RSUP Dr. Sardjito. Tetapi, almarhum ini bukan dokter yang melakukan perawatan di RSUP Dr. Sardjito. Almarhum adalah dokter di luar RSUP Dr. Sardjito, yang karena sakit kemudian dirawat di RSUP Dr. Sardjito,” jelas Dr. Ika, Senin (24/8/2020). 


    Lebih jauh. Dr. Ika menjelaskan, bahwa almarhum dokter N

    Mulai dirawat di RSUP Dr. Sardjito pada 16 Agustus 2020. Selama dua hari dalam ruang  perawatan isolasi biasa, kemudian dipindahkan ke ruang perawatan intensif, untuk mendapatkan pemantauan ketat. 


    Menurut Dr. Ika, kondisi almarhum saat itu masih cukup baik. Hanya saja, dengan adanya komorbit atau penyakit penyerta atau kondisi-kondisi lain yang bisa mempengaruhi prognosis, artinya harapan hidup pasien seperti itu. 


    “Almarhum memang memiliki beberapa penyakit, bisa dikatakan cukup banyak komorbit atau kelainan atau penyakit-penyakit penyerta, sehingga pemantauan ketat itu disegerakan. Tidak menunggu kondisi memburuk. Artinya, kondisi masih baik sudah kita lakukan perawatan intensif dengan pemantauan ketat. Juga dengan pemberian terapi yang agresif. Artinya, pilihan yang terbaik untuk pasien Covid, treatment-nya ini memang sudah disediakan oleh RSUP Dr. Sardjito, dan itu sudah kita berikan sejak awal,” jelasnya. 


    Dr. Ika menjelaskan lagi, karena kondisi komorbit menyebabkan kemungkinan terburuk bisa terjadi dengan cepat. Karena pada kasus Covid, satu atau dua komorbit saja sudah mempengaruhi prognosis. Apalagi, kalau ada banyak.


    Dr. Ika menegaskan, bahwa penderita Covid-19 memiliki risiko kematian tertinggi pada orang dengan obesitas, diabetes, hipotensi, penyakit jantung atau kolesterol. Ini adalah gambaran secara umum, ditambah dengan penyakit-penyakit kronis yang lain, seperti PPOK, yaitu seperti penyakit akibat rokok atau penyakit kronis yang lain, misalnya kanker atau gagal ginjal, atau sakit liver. Ini akan mempengaruhi atau memperburuk kondisi. 


    “Namun saya tidak menyampaikan, bahwa yang saya sampaikan tadi semuanya diderita oleh almarhum. Yang saya bisa pastikan, adalah yang bersangkutan tidak merawat pasien di RSUP Dr. Sardjito. Keberadaan almarhum di rumah sakit ini karena sebagai pasien,” tegas Dr. Ika.


    Sementara itu terkait dugaan dokter meninggal karena rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY mengalami over kapasitas, Dirut RSUP Dr. Sardjito, Dr.Rukmono Siswishanto, Sp.OG(K).M.Kes., menegaskan jika anggapan itu sama sekali tidak benar.


    Ia menjelaskan, bahwa di seluruh DIY ada 27 rumah sakit, dan yang ditunjuk sebagai rumah sakit pelayanan Covid-19, kapasitasnya dibagi dua, yaitu rumah sakit yang khusus menangani Covid, tetapi juga bisa melayani pasien nonCovid. Dan, pasien Covid dari 27 rumah sakit itu, total alokasi untuk ruangan yang nonkritikel ada 321 bed dan bed kritikal ada 29.

    Nantinya, yang diperlukan totalnya ada 29, sehingga total rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY ada 370 bed, yang dialokasikan untuk backup kebutuhan pelayanan Covid-19 di rumah sakit. 


    “Jadi, saya sampaikan pada kesempatan ini, bahwa apakah betul rumah sakit juga kelebihan kapasitas? Ternyata, tidak. Maka, di tanggal 23 Agustus itu menggunakan 166 dari 321 bed. Jadi, kira-kira separuhnya masih 60 persen, sedangkan untuk yang bed kritikel ada 29, itu untuk saat ini ada 16. Jadi, ada 16 bed yang dipakai untuk merawat pasien kritikel, jadi catatannya adalah yang pertama, memang pasien-pasien yang secara keseluruhan belum mencapai segala kebutuhan, saat ini malah masih ada beberapa rumah sakit sudah tidak merawat pasien lagi karena pasienya sudah tidak ada,” tegasnya.(rls)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close