-->
  • Jelajahi

    Copyright © KabarJogja.ID - Kabar Terkini Yogyakarta
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Haedar Nashir : Moderasi Jalan Tengah Hadapi Radikalisme di Indonesia

    12/12/19, 19:30 WIB Last Updated 2019-12-12T12:30:14Z

    Bantul, KabarJogja.ID - Indonesia dalam kurun waktu terakhir seakan berada dalam darurat ‘radikal’ dan ‘radikalisme’. Radikalisme yang dikhususkan mengenai terorisme menjadi isu dan agenda penanggulangan utama. Berangkat dari permasalahan itu maka penting dikaji terutama dengan menggunakan perspektif sosiologi untuk menjelaskan masalah radikalisasi di Indonesia secara mendalam. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., mengangkat bahasan itu pada pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (12/12).

    Haedar Nashir dikukuhkan sebagai guru besar UMY ke-14 setelah menyampaikan pidato dengan pembahasan Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi, di Sportorium Kampus Terpadu UMY.  Menurutnya narasi waspada kaum ‘jihadis’, ‘Khilafah’, ‘wahabi’, yang disertai berbagai kebijakan deradikalisasi meluas di ruang publik. “Isu tentang masjid, kampus, BUMN, majelis taklim, dan bahkan lembaga Pendidikan Usia Dini (PAUD) terpapar radikalisme demikian kuat dan terbuka di ruang publik yang menimbulkan kontroversi nasional,” ujarnya.

    Masalah radikalisme bukan persoalan sederhana dalam aspek apapun di berbagai negara, sehingga memerlukan pemahaman yang luas dan mendalam agar tidak salah dalam cara pandang dan cara menghadapinya. “Hal itu menjadi keliru manakala memaknai radikal dan radikalisme sebagai identik dengan kekerasan lebih-lebih sama dengan terorisme. Karena pada dasarnya sejarah menunjukkan, bahwa radikalisme terjadi di banyak aspek dan semua kelompok sosial,” paparnya.

    Indonesia setelah reformasi sesungguhnya mengalami radikalisasi dan terpapar radikalisme dalam kuasa ideologi pada sistem liberalisme dan kapitalisme baru, lebih dari sekedar radikalisme agama dalam kehidupan kebangsaan.  Radikalisme ideologi, politik, ekonomi, dan budaya sama bermasalahnya dengan radikalisme atau ekstremisme beragama bagi masa depan Indonesia.

    “Indonesia harus mampu menyelesaikan masalah radikalisme dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan agar berjalan ke depan sesuai landasan, jiwa, pikiran, dan cita-cita nasional. Saya memberikan alternatif untuk melakukan moderasi sebagai jalan alternatif dari deradikalisasi agar sejalan dengan Pancasila sebagai ideologi tengah dan karakter bangsa Indonesia yang moderat untuk menjadi rujukan strategi dalam menghadapi radikalisme di Indonesia,” tegas Prof Haedar, yang juga menjadi dosen di FISIPOL UMY.


    Moderasi Indonesia dan keindonesiaan itu dianggap sebagai cara objektif dalam seluruh aspek kehidupan kebangsaan seperti politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan. Indonesia harus dibebaskan dari segala bentuk radikalisme baik dari tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi maupun ortodoksi.

    “Radikal tidak dapat dilawan dengan radikal. Seperti dalam strategi deradikalisasi versus radikalisasi serta deradikalisme versus radikalisme. Jika Indonesia ingin mengatasi radikalisme dalam berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam menghadapi radikalisme agama,” tutupnya.

    Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla setuju dengan paparan yang disampaikan Haedar Nashir dalam pidato pengukuhan guru besar, bahwa radikalisme memang tantangan yang harus dihadapi di tengah masyarakat Indonesia saat ini.

    “Kita semua sepakat apa yang disampaikan Pak Haedar adalah hal yang sangat penting, karena ketika berbicara tentang isu yang sedang hangat di kalangan masyarakat tentang radikalisme. Radikalisme adalah pemikiran baru yang dianggap mereka genting, bisa diambil contoh reformasi juga suatu proses radikalisme, orde baru juga sama. Dengan pembahasan yang disampaikan tadi, semoga membuat kita berpikir dan menerapkan moderasi sebagai jalan tengah menghadapi radikalisme. Saya ucapkan selamat kepada Pak Haedar atas pengukuhan guru besar ini,” kata Jusuf Kalla.(arm)


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close