Yogyakarta, Kabar Jogja - Sepanjang 2018 sampai 2021, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mencatat jumlah ibu yang memilih memberikan ASI eksklusif terus menurun. Meski dilaporkan proporsi ASI eksklusif untuk bayi 0-5 bulan terus meningkat, namun prosentasenya masih jauh dari target nasional.
Kondisi jumlah ibu menyusui ini dilaporkan AIMI saat berlangsungnya seminar daring ‘Sebuah Refleksi 18 Tahun AIMI Terkait Kebijakan Perlindungan Menyusui di Indonesia’, Senin (21/4).
Mengutip data Kementerian Kesehatan, angka ASI eksklusif terus menurun, dari 64,5 persen pada 2018 menjadi 52,5 persen pada 2021. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada 2023 menyebutkan proporsi ASI Eksklusif 0-5 bulan secara nasional adalah 68,6 persen, namun angka ini masih jauh dari target nasional yaitu 80 persen untuk capaian ASI Eksklusif.
“Data penurunan juga tercatat oleh badan kesehatan dunia WHO, yang pada Agustus 2023 juga mencatat Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam pemberian ASI pada jam pertama kehidupan bayi. Hanya 48,6 persen bayi yang disusui dalam satu jam pertama setelah kelahiran pada 2021, turun dari 58,2 persen pada 2018,” terang Co-Founder AIMI dan Ketua Umum AIMI 2007-2018, Mia Sutanto.
Ia menyatakan, penyebab utama penurunan ini adalah kurangnya dukungan di tempat kerja, adanya promosi susu formula yang tidak etis, dan kesenjangan informasi mengenai pemberian ASI yang benar.
Dipaparkannya, perjalanan kebijakan pemberian makanan bayi dan anak di Indonesia menunjukkan kemajuan, namun masih menghadapi banyak tantangan. Kebijakan itu harus terus diperkuat dengan memberi dukungan pemberian ASI eksklusif dan mengurangi pengaruh negatif dari pemasaran susu formula.
Namun, meskipun ada kemajuan ini, penurunan angka ASI eksklusif masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama. WHO dan UNICEF juga terus mendorong Indonesia untuk meningkatkan dukungan kepada ibu menyusui, terutama pada minggu pertama kehidupan bayi yang sangat penting untuk keberhasilan pemberian ASI.
“Pelanggaran terhadap kode pemasaran susu formula terus menghambat implementasi kebijakan perlindungan menyusui. Produsen susu formula semakin eksploitatif mempengaruhi ibu, para nakes, dan masyarakat luas melalui berbagai cara,” ungkap Mia.
Sekjen AIMI Pusat, Lianita Prawindarti menyatakan perkembangan tren promosi susu formula yang tidak etis semakin mengganggu usaha mempromosikan pemberian ASI.
“AIMI berkomitmen untuk terus mendukung ibu menyusui dengan memberikan edukasi dan advokasi kepada pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih mendukung ibu menyusui dan membatasi praktik pemasaran susu formula,” jelasnya.
Sejak berdiri, AIMI telah memberikan berbagai layanan, seperti kelas edukasi menyusui, konseling laktasi, dan kampanye penyuluhan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan kesadaran publik dan menciptakan support system bagi ibu menyusui.
Founder pelanggarankode.org, Irma Hidayana, masifnya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI karena semakin maraknya berbagai upaya promosi yang dilakukan produsen.
Seperti menggunakan influencer, mom influencers, dan bekerja sama dengan asosiasi tenaga kesehatan, untuk membangun citra positif produk susu formula.
“Pelanggaarankode.org berperan penting dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran ini untuk melindungi hak menyusui - disusui bagi ibu dan bayi,” tutupnya. (Tio)