Bantul, Kabar Jogja – Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantul, Tri Harnanto menyatakan pihaknya saat ini telah mengambil langkah pemblokiran secara internal terhadap sertifikat atas nama Tupon warga RT 06, Ngentak, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan.
Jika biasanya blokir internal ini hanya berlangsung maksimal 30 hari dan tidak bisa diperpanjang lagi. BPN memberikan diskresi kepada kasus Mbah Tupon dengan memberikan masa blokir berlaku tak terbatas sampai dengan permasalahan ini dianggap sudah tidak ada dampak lagi.
“Inilah yang sementara ini upaya yang kami membantu Pak Tupon agar kasus ini bisa terselesaikan lebih intensif karena keterbatasan waktu,” ujarnya pada wartawan, Selasa (29/4).
Data BPN Bantul menyatakan sertifikat atas nama Tupon seluas 1451 meter persegi, awalnya diajukan untuk pemecahan menjadi empat bidang sertifikat. Satu bidang lahan beserta sertifikatnya sudah dihibahkan ke warga untuk jalan dan lokasi gudang.
Sedangkan sisanya, dengan total luas 1665 meter persegi ini dibagi tiga bidang yang rencana diwariskan untuk anaknya. Ketiga sertifikat inilah yang kemudian diagunkan ke bank atas nama Indah Fatmawati senilai Rp1,5 miliar.
“Pemblokiran ini sebagai upaya agar sertifikat yang tengah bermasalah tidak dapat dilakukan pengurusan pengalihan, pemecahan maupun pelekatan hak tanggungan,” lanjut Tri.
Disebutkan pula, secara syarat administrasi seluruh persyaratan material dalam pengajuan pemecahan sertifikat ini sudah lengkap. Termasuk adanya akta jual beli yang ditandatangani Mbah Tupon dan istrinya.
Namun apakah kasus ini bermasalah pada tata cara pelaksanaanya atau benar tidaknya bukti material, BPN menurut Tri menyerahkan pada proses penyelidikan yang dilakukan Polda DIY.
BPN juga menunggu keputusan dari pengadilan terkait kasus sertifikat Mbah Tupon ini apakah memang ada proses illegal dalam pengurusannya guna dikembalikan kepada pemilih sahnya.
“Tapi ini harus dilakukan hati-hati, mengingat ada pihak bank sebagai penyandang dana terlibat. Bank juga memiliki hak prioritas dalam kasus ini,” tuturnya.
Kasus sertifikat tanah Mbah Tupon viral berawal dari kedatangan bank PNM Ventura yang memasang tanda tanah dan bangunan tengah dalam proses pengawasan untuk dilelang. Padahal Mbah Tupon sama sekali tidak pernah berurusan dengan perbankan.
“Beliau hanya manut karena percaya dengan Bibit. Setelah itu ,” ujar Heri.
Selama proses tersebut, Mbah Tupon bersama istri sempat penandatangan berkas di Jalan Solo dan Krapyak tanpa pendampingan keluarga atau kuasa hukum. Karena buta huruf, keduanya hanya manut tanda tangan setelah mendengar pasal-pasal yang dibacakan.
Puncaknya terjadi pada September 2024, saat perwakilan Bank PNM datang dan menginformasikan bahwa sertifikat tanah Tupon telah beralih nama menjadi atas nama Indah Fatmawati dan digunakan sebagai jaminan kredit sebesar Rp1,5 miliar. Keluarga Mbah Tupon meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban dari Bibit.
Saat dilakukan mediasi oleh warga, Bibit yang hadir bersama dengan Triono. Disebutnya rekan dekat yang menjalankan proses pemecahan sertifikat. Keduanya diminta menandatangani surat pernyataan tanggung jawab dan menjaminkan aset setara, namun hingga saat ini belum ada realisasi.
“Laporan ke Polda DIY sudah kami lakukan. Kami berharap kasus ini segera diproses hukum seadil-adilnya,” tambah Heri.
Keluarga besar Tupon kini masih menunggu pengembalian hak dan keadilan atas sertifikat tanah yang mereka anggap telah disalahgunakan oleh pihak yang dipercayai. (Tio)