Sleman, Kabar Jogja - Kementerian Pariwisata melalui Badan Otorita Borobudur (BOB) menggelar Focus Group Discussion (FGD) ‘Peningkatan Kapasitas Perempuan di Desa Wisata’. Ajang ini sebagai upaya mendorong keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan tata kelola desa wisata.
Bertempat di Desa Wisata Pentingsari, Sleman, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran Pedoman Peran Perempuan di Desa Wisata dan Surat Keputusan Bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 82 Tahun 2024.
Lebih dari 50 peserta hadir dalam acara ini, terdiri atas perwakilan 21 desa wisata dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, instansi pemerintah, sektor swasta, komunitas, akademisi, dan media. Kegiatan ini menyoroti pentingnya peran perempuan sebagai motor penggerak sektor pariwisata.
Dosen Poltekpar Bali sekaligus Sekretaris Menteri Pariwisata 2020–2024, Ni Wayan Giri Adnyani, menyatakan pengarusutamaan gender adalah bagian integral dari pembangunan berkelanjutan, termasuk dalam sektor pariwisata.
Berdasarkan data forbes 2024 lebih dari 50 persen yang terlibat di desa wisata adalah perempuan namun hanya sekitar 23 persen perempuan yang memegang fungsi kepemimpinan di lembaga desa wisata di Indonesia. Selain itu, lebih dari 60 persen perempuan kini melakukan perjalanan tanpa pasangan, dan banyak di antaranya adalah solo traveler.
“Indonesia perlu merespons tren ini, salah satunya melalui kebijakan desa wisata ramah perempuan. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi berbagai pemangku kepentingan, baik pengelola maupun wisatawan,” jelas Giri, Kamis (14/11)
Giri menyatakan dari data Jaringan Desa Wisata (Jadesta), sebanyak 23 persen dari total 6000-an desa wisata dikelola perempuan. Melalui pedoman ini, pemerintah tidak menginginkan persaingan, namun lebih melihat bagaimana peluang serta partisipasi perempuan.
“Okelah, jumlahnya pemimpin dari perempuan masih seperti itu, tapi tetap harus diberikan peluang. Jika ada peluang perempuan masuk sebagai pemimpin di 77 persen desa wisata yang ada, maka jangan dihalangi,” ucapnya.
Kehadiran perempuan dalam tata kelola desa wisata dinilai semakin memperbesar peluang destinasi menjadi rujukan wisatawan perempuan. Meski masih masuk dalam mix market, namun keberadaan perjalanan wisata mandiri oleh perempuan (Women Solo Travel) trendnya semakin meningkat.
Bahkan komunitas wisatawan perempuan juga semakin banyak, dimana salah satu komunitas beranggotakan 500 ribu dan bisa menjual paket wisata sendiri.
“Ini peluang menawarkan perjalanan wisata ke Indonesia. Sekarang tinggal bagaimana destinasi wisata siap atau tidak dengan menghadirkan kriteria utama yaitu keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan perempuan,” lanjutnya.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 82 Tahun 2024 ada sejumlah pedoman bagi suatu desa wisata bisa disebut ramah perempuan. Dimana pedoman tersebut terdiri dari besarnya pelibatan perempuan di kelembagaan, atraksi dan fasilitas wisata memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan perempuan, SDM melibatkan perempuan, pendekatan usaha mempertimbangkan keterlibatan perempuan hingga konten promosi harus memberikan perlindungan terhadap perempuan.
Plh Direktur Utama BOB Yusuf Hartanto menambahkan para peserta merupakan pengelola desa wisata di wilayah DIY dan Jawa Tengah khususnya di kawasan otorita borobudur. BOB mengundang 21 perwakilan pengelola desa wisata di Kulon Progo, Sleman, Kota Yogyakarta, Purworejo dan Magelang.
“Kami menilai penting desa wisata di kawasan ini mendapatkan pemahaman tentang desa wisata ramah perempuan. Kami siap memfasilitasi berbagai desa wisata untuk menghadirkan keamanan dan kenyamanan kepada wisatawan,” terangnya.
Co-founder Women in Tourism Indonesia, Anindwitya Rizki Monica, menyampaikan bahwa hambatan yang sering dihadapi perempuan antara lain terkait kapasitas dan akses pelatihan, relasi gender dan kekuasaan, serta keterbatasan akses pembiayaan. Ia pun menyerukan pentingnya kolaborasi lintas sektoral untuk mewujudkan pengarusutamaan gender di sektor pariwisata.
“Kegiatan dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat peran perempuan dalam pengembangan desa wisata dan mendorong terciptanya pariwisata yang inklusif, berkelanjutan, dan responsif terhadap kebutuhan perempuan di Indonesia,” tutupnya. (Tio)