Yogyakarta, Kabar Jogja– Taman Budaya Yogyakarta bakal menggelar pameran 60 koleksi dari 100 koleksi seni karya maestro seni Indonesia bertajuk ‘Kencan Nonton Wayang’.
Berlangsung 24 sampai 31 Mei, pameran ini menjadi ajang keberhasilan restorasi berbagai karya yang tersimpan di tempat tidak layak dan menghadirkan pembelajaran sejarah bagi generasi sekarang.
Melalui jumpa pers Jumat (19/5) siang, Sementara, Kepala TBY, Purwiati, mengatakan sejak awal berdiri, TBY telah melakukan mengoleksi karya seni rupa. Tujuannya untuk mewujudkan Galeri Seni Rupa. Karya-karya yang dikoleksi diperoleh melalui pembelian dan hibah sejumlah perupa.
“Sampai saat ini telah terdata lebih dari 100 karya seni berupa lukisan, grafis, kriya dan patung,” jelasnya.
Pelaksanaan pameran ini menurutnya seperti kembali menegaskan tanggung jawab TBY yang berperan menjembatani peran seniman di mata masyarakat.
“Termasuk menaikkan pamor karya seni sebagai benda penting di arena publik. Melalui pameran koleksi yang kedua ini, diharapkan dapat menaikkan citra karya senirupa di pentas atau pasar seni internasional,” jelasnya.
Bersama tim kurator yang terdiri dari Mikke Susanto, Khoirul Anam, Lisistrata Lusandiana. Purwiati menyatakan 60 karya-karya penting yang disajikan ini telah sepadan dengan tontonan klasik seperti wayang, gamelan maupun jenis seni tradisi klasik lainnya.
“Tak salah bila kita harus meyakini bahwa karya- karya seni Indonesia telah dan akan terus menjadi bagian dari seni global. Dengan dasar ini pendekatan kurasi yang digunakan bersifat kronik-estetik,” ungkapnya.
Dari daftar karya seni rupa yang dipamerkan adalah karya dari Aming Prayitno, Amri Yahya, Ashabul, Bagong Kussudiarjo, Djakaria Sunakusumah, Dyan Anggraini Rais, Eddy Sulistyo, Edhi Sunarso, Entang Wiharso, Fadjar Sidik, Genthong HSA., H. Harjiman, H. Widayat, Herry Wibowo, Ida Hadjar, I Made Wiradana, I Made Toris Mahendra Ida Hajar.
Selain itu juga ada karya Kelompok SR. Jendela (Jumaldi Alfi, Rudi Mantofani, Yunizar, Yusra Martunus, Handiwirman), R.M. Djajengasmoro, Rais Rayan, Rusli, Saptoto, Soetopo, Subroto SM... Sulebar M. Soekarman, Suwaji, Syahrizal Pahlevi, Ugo Untoro, Yon Indra, Z. Teguh Suwarto, dan perupa lainnya.
Kurator sekaligus dosen ISI Yogyakarta Mikke Susanto, menganggap pameran ini bukan hanya membicarakan tentang karya seni rupa yang dihasilkan oleh para perupa, pelopor dan pengembang seni rupa Indonesia masa lalu.
“Tapi ini memberikan pelajaran sejarah, membuka wawasan dan perspektif pada generasi hari ini. Bahwa menjadi seniman hari ini tidak harus seperti mereka juga. Seniman hari ini sebagai sebuah profesi yang memiliki kemampuan yang luar biasa,” katanya.
Dari karya-karya yang merekam berbagai konteks di era 1940, 1950, 1960, dan 1970-an. Seniman generasi sekarang turut belajar mengenai meraih prestasi di tengah-tengah persoalan yang mendera mereka.
Mieke menyatakan karya seni rupa saat itu tidak seramai hari ini, tidak semahal hari ini. Tetapi mereka berani menjalani hidup sebagai seniman.
“Dalam hal ini seniman-seniman hari ini harus bisa belajar dan bertahan menjadi seorang seniman sejati. Tantangannya sama. Malah lebih mudah hari ini dalam mempromosikan diri. Dulu tidak ada harus pameran fisik. Sekarang lebih mudah karena teknologi,” paparnya. (Tio)