-->
  • Jelajahi

    Copyright © KabarJogja.ID - Kabar Terkini Yogyakarta
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Jenang Dawet, Kuliner Legendaris Gunungkidul

    26/10/19, 15:10 WIB Last Updated 2019-10-31T02:13:18Z
    GUNUNGKIDUL, KabarJogja.ID - Terkenal sejak 1965 silam, Jenang Dawet Mbah Dawet kini masih tetap ekses di Kabupaten Gunungkidul. Kuliner legandaris ini pun hampir setiap hari menjadi buruan para pelanggannya.

    Anak keempat dari Mbah Dawet, Karti mengatakan jenang dawet yang dulu dibuat oleh ibunya yang bernama asli Karto Yatinah sudah sudah mempunyai banyak pelanggan pada 1965. Dijual dengan menggunakan mangkok kecil, berisi dawet, santan, gula jawa cair, jenang sumsum dan jenang ngangrang, ia sampai saat ini terus menjaga keasliannya. 

    "Supaya orang tidak kapok, tetap menggunakan bahan alami dalam membuatnya. Tanpa pemanis buatan. Dawet, dan bubur sumsum dibuat dari tepung beras, sementara jenang ngangrang dari ketan. Semua dibuat sendiri," katanya saat ditemui beberapa waktu lalu di Kiosnya Sekitar Taman Bunga, Kecamatan Wonosari.

    Dirinya tahu resep pembuatannya karena sudah membantu ibunya sejak dirinya berumur 9 tahun. Rasa hasil buatannya pun tak berbeda ketika masih berjualan dengan ibunya. Yaknimanis kuah dicampur gurihnya dan lembutnya bubur sumsum, sedikit manis jenang ngangrang, hingga kekenyalan dawet. "Harga seporsi awalnya Rp 10 sekarang Rp 3500," katanya. 

    Mbah Dawet sendiri sudah meninggal sejak tahun 2016 lalu, dan sekarang diteruskan oleh putra putrinya. Untuk dilokasi terakhir mbah dawet berjualan diteruskan anak ke-3 Parti, dan anak ke-4 Karti, serta beberapa orang cucunya.

    Selain di sekitar Taman Bunga, juga dijual di Dusun Pandansari, Desa Wonosari,  anak yang lain ada yang buka cabang di Siono, Semanu, dan Siraman. “Banyak pelanggan setia, sejak kecil hingga dewasa. Bahkan ketika libur lebaran banyak yang dari kota datang hanya untuk minum Jenang Dawet,” katanya.

    Karti mengatakan untuk berjualan jenang dawet ini, proses memasaknya sudah sejak pukul 03.00 pagi. Memakai tungku bakar dengan cara tradisional.

    Setelah selesai memasak kemudian dijual dari pukul 07.30 . Hanya sampai pukul 11.00, dagangannya biasanya sudah habis. Selain menjual jenang dawet juga ada beberapa makanan atau camilan yang bisa disantap di warungnya. Seperti jambu air, tape, gorengan hingga aneka lauk. “Untuk yang dibuat sendiri hanya baceman, dan lainnya itu hanya titipan,” ucapnya.(Rx)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close