Digelar di Laboratorium Seni ISI Yogyakarta, pergelaran ini merupakan pertunjukan kolaborasi dari seluruh program studi di FSP dengan melibatkan 296 orang dari mahasiswa dan dosen.
“Kami mengemas dengan mengintegrasikan visual interaktif, memadukan tampilan LED dan seni panggung, serta interaksi aktor dengan animasi guna menciptakan pertunjukan yang imersif dan inovatif,” tutur pimpinan produksi, Setya Rahdiyatmi K.J.
Lakon Trilogi Dwipantara merupakan metafora permasalahan bangsa Indonesia saat ini. Dimana pada lakon pertama Niskala Nawasena, digambarkan bagaimana Raja Adhikara harus menjaga amanat kemerdekaan dari terancam dan gangguan perpecahan, radikalisme, multi krisis, dan dekadensi moral yang digambarkan dengan sosok antagonis tokoh Ahengkara.
“Niskala sang generasi emas, anak muda pewaris bangsa memimpin perlawanan dengan tekad merebut kembali kemerdekaan yang hakiki.
Kemudian di kisah Ambarasta merupakan metafora untuk bela negara kepada generasi emas Indonesia. Niskala menjadi gambaran bumi Indonesia yang menawan di mata seluruh negara dan selalu menjadi perhatian dunia global.
““Ambarasta” mencoba untuk menumbuhkan cinta tanah air dan menanamkan semangat bela negara pada generasi muda Indonesia adalah langkah nyata untuk kepastian kehidupan generasi kita di masa mendatang”, lanjut Setya.
Lakon terakhir atau ketiga, Mahespati Sangkara mengisahkan perjuangan seorang pemuda bernama Aruta yang mengajarkan akan pentingnya memperjuangkan hak kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan di mata dunia.
Pertunjukan ini seperti memberi pesan sebagai kesatuan negara yang besar, sudah semestinya selalu dijaga dari ancaman dan gangguan dari pihak luar. Ancaman akan selalu datang bila lalai bermawas diri.
“Sebuah bangsa bisa hancur bukan hanya karena kejahatan bangsa lain, namun karena ketamakan bangsanya sendiri,” terangnya.
Dekan FSP, I Nyoman Cau Arsana dalam sambutannya menegaskan kehadiran pentas kolosal teater musikal ini merupakan komitmen ISI Yogyakarta sebagai lembaga seni yang selalu memperkuat domain akademik dan terus menyentuh ruang kreatifitas seni.
“Maka kami terima kasih dan selamat kepada pengkarya, pemeran, pengiring orkestra, panitia dan penari atas terwujudnya karya ini,” papar Cau Arsana.
Rektor ISI Yogyakarta Irwandi secara online menyebut pentas ini menjadi bukti sebuah proses kesenian dimana seniman menuangkan idenya dan menjadi karya yang disajikan kepada audiens.
“Kami mengapresiasi rekan-rekan di FSP. Semoga pentas ini menjadi momentum untuk menyuarakan seni kepada masyarakat dan dunia sebagaimana cita-cita ISI Yogyakarta menjadi World Class University,” paparnya. (Tio)