Yogyakarta, Kabar Jogja – Peluncuran platform film FlipFlopTV diharapkan akan mampu merangsang kehadiran berbagai film daerah yang memperlihatkan keragaman Indonesia. Tak sekedar dukungan pada pembiayaan, konsistensi pada penayangan film daerah menjadi kunci perkembangan film daerah.
Peluncuran platform yang sebenarnya hadir sejak Maret 2020, resmi dilakukan Selasa (20/12) di Jogja National Museum (JNM) Kota Yogyakarta.
Presiden Direktur dan Founder FlipFlop TV Ricardo Tobing menegaskan terpilihnya Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tempat peluncuran secara nasional karena daerah ini adalah oase bagi para pelaku perfilman.
“Komunitas perfilman di sini berkembang pesat dan menghasilkan berbagai inovasi perfilman serta konten yang menginspirasi dunia perfilman Indonesia. Banyak nama besar perfilman yang lahir dari sini,” kata Ricardo.
Sebagai platform televisi berbayar, Ia menyebutkan FlipFlopTV akan menjadi rumah besar bagi komunitas film dan sineas daerah. Pihaknya akan fokus menghasilkan konten-konten film lokal yang mengangkat kebudayaan.
“Kami ingin mengangkat lebih tinggi potensi para sineas di daerah dan melepas ketergantungan Jakarta sentris,” ungkap Ricardo.
Dengan melibatkan seniman, sineas maupun komunitas film di daerah, diharapkan akan hadir berbagai produk cinema yang mampu mengangkat nilai-nilai budaya. Bahkan nantinya penggunaan bahasa daerah akan menjadi nilai tambah bagi sebuah film untuk bisa dinikmati seluruh warga Indonesia.
Diluncurkan hari ini, FlipFlopTV membuka kesempatan kerjasama yang terbuka dan tidak ada kriteria khusus rekan-rekan perfilman daerah. Kerjasama ini tidak sebatas pada ide film, namun juga pada pendanaan pembuatan film.
Usai peluncuran, sutradara Hanung Bramantyo Anugroho dalam diskusi ‘Disrupsi Teknologi Terhadap Dunia Perfilman Lokal’, meminta adanya konsistensi dari pengelola platform film dalam menayangkan produk film pendek maupun daerah.
“Yang dibutuhkan sekarang ini adalah konsistensi penayangan dari pengelola platform ini untuk film-film karya daerah yang menampilkan ciri khas budaya mereka. Dengan konsistensi, kehadiran film daerah akan lebih beragam,” jelasnya.
Kehadiran platform seperti FlipFlopTV ini memberikan kesempatan pada film daerah tidak harus mengandalkan bioskop atau ruang pemutaran besar sebagai area publikasi karyanya.
Ia juga mengingatkan pengelola platform tayang memperhatikan intellectual property (IP) atau hak cipta film. Bagaimana seharusnya pengaturan hak cipta karya ini disepakati sejak awal kerjasama untuk kesejahteraan kreator film.
“Soal kekayaan hak cipta ini, DIY saya kira menjadi contoh yang tepat bagi banyak daerah maupun pengelola platform. Keberadaan Dana Istimewa (Danis) yang digelontorkan untuk membuat film dengan ciri khas daerah menjamin intelektual properti creator tidak harus memikirkan pasar namun tetap mendapatkan kesejahteraan,” jelasnya.
Narasumber diskusi lainnya, Djenar Maesa Ayu berpandangan kehadiran platform tayang bagi film daerah ini seperti menyediakan pasar bagi creator film dalam negeri untuk bertemu dengan penontonya.
“Ketika bioskop tidak bisa mewadahi, maka mereka inilah yang menyediakan tempat dan waktu pada film daerah akan mendapatkan nilai sepadan di tengah pergeseran paradigma perfilman kita sekarang ini,” ungkapnya.
Saat ini ajang festival atau komunitas film tidak lagi terpatok pada penayangan film independent maupun idealis. Demikian juga dengan bioskop yang tidak melulu menayangkan film komersil.
“Maka ruang-ruang tayang diberikan platform akan menjadi pelarian untuk ajang penayangan di luar festival, komunitas maupun bioskop,” tutupnya. (Tio)