Yogyakarta, Kabar Jogja - Ketua DPRD DIY, Nuryadi menuturkan kompromi politik dan ekonomi dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 tetap harus diikuti kebijakan strategis.
Tanpa kebijakan strategis, kompromi -kompromi itu hanya sebatas wacana di atas kertas. Tidak menyelesaikan masalah. Bahkan bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
“Perlu percepatan kebijakan strategis yang diambil pemerintah daerah. Kecilnya serapan anggaran di bawah 50 persen mengindikasikan belum maksimalnya kebijakan strategis itu,” kata Nuryadi Minggu (8/8/2021).
Nuryadi menyatakan pandemi yang berlangsung hampir dua tahun mempengaruhi berbagai sektor kehidupan, mulai dari kesehatan, ekonomi, social, budaya dan pendidikan.
Seperti daerah lain, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pun mengalami dampak cukup signifikan bahkan sempat masuk peringkat dua nasional. Jumlah kematian akibat pandemi membuat banyak orang mengelus dada.
“Pemerintah DIY bersama stakeholder berusaha mencari solusi strategis memberikan pelayanan terbaik bagi warganya. Memang tidak bisa disangkal bagaimana sulitnya layanan kesehatan bekerja. Rumah sakit kesulitan memberikan tempat perawatan, belum lagi krisis oksigen,” ucapnya.
Sesuai tugas pokok dan fungsinya, DPRD DIY melakukan berbagai hal di antaranya kompromi politik anggaran.
"Ini semua dimaksudkan untuk mendukung eksekutif melayani masyarakat," tegasnya.
Selain itu, sektor ekonomi yang menjadi hajat hidup warga Yogyakarta juga harus dikompromikan melalui berbagai kebijakan, antara lain dalam bentuk bantuan bagi warga yang terdampak.
"Pemda DIY dituntut piawai, ibarat mengendalikan mobil paham kapan menginjak gas dan rem, berapa kecepatannya pada situasi seperti saat ini," kata politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan.
Sesuai kewenangan, dewan akan melakukan pengawasan dan evaluasi supaya kinerja pemerintah daerah bisa dirasakan masyarakat. Komunikasi pusat dan daerah tampaknya perlu digenjot lagi, termasuk masalah kekurangan vaksin. “Kita akan melihat upaya strategis pemerintah daerah menghadapi persoalan vaksin ini,” kata Nuryadi.
Mengutip pendapat ahli epidemilog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, yang menyebutkan Indonesia diprediksi menjadi negara terakhir keluar dari krisis pandemi Covid-19 jika tidak ada kebijakan strategis, Nuryadi sepakat pendapat ini ada benarnya.
“Sektor kesehatan memang harus memperoleh perhatian lebih. Berbagai anggaran dikompromikan untuk memaksimalkan layanan kesehatan. Masyarakat masih menunggu kebijakan strategis pemerintah daerah terkait sektor ekonomi,” tambahnya.
Artinya, sumber sumber keuangan daerah dimaksimalkan walaupun penggunaannya tetap merujuk peraturan perundang-undangan.
“Dalam situasi saat ini sense of crisis perlu menjadi bagian pemikiran birokrasi, sehingga kebijakan strategis yang diambil tidak meninggalkan kesan lambat bahkan terlambat,” tandasnya.
Menurut Nuryadi, kebijakan strategis mengatasi pandemi juga bisa muncul dari kalangan masyarakat bawah, pengusaha, partai politik serta TNI dan Polri.
Dengan begitu pemerintah sebagai regulator mampu memainkan kebijakan strtegis itu disertai dukungan penuh. Contoh, vaksinasi massal.
"Sebaiknya pemerintah daerah menyediakan vaksin. Begitu pula bantuan sosial (bansos). Semua butuh gerak cepat," pungkas Nuryadi.(rls)