Sleman, Kabar Jogja – Bertajuk ‘Sing Penting Madhang’, 25 anggota Pewarta Foto Indonesia (PWI) Daerah Istimewa Yogyakarta memajang 126 karya yang mewartakan berbagai momen kemanusiaan dan realitas sosial yang esensial.
Bertempat di di Art Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), pameran ini akan berlangsung 1 hingga 8 Mei 2025.
Ketua Pameran Fotografi, Dwi Oblo mengatakan pameran foto tahunan PFI DIY kali ini memberikan makna dan arti yang sangat mendalam.
“Foto-foto yang ditampilkan akan mengajak kita mendalami dan merefleksikan hal-hal yang paling esensial dalam manusia bertahan hidup, yaitu Madhang atau Makan dalam Bahasa Indonesianya,” ujar Dwi Oblo (2/5).
Ia menjelaskan, pada dasarnya semua orang butuh makan namun cara mendapatkannya berbeda-beda. Ada yang melakukan sesuai porsinya dan ada juga yang melebihi apa yang sebenarnya dibutuhkan demi kelangsungan hidup.
“Madhang atau makan itu kebutuhan primer ya, meskipun mencari dengan segala cara. Ada sedikit saja sudah cukup atau Sak Madyo tapi ada yang sudah banyak namun masih merasa kurang. Ya, istilahnya serakah gitu, “ jelasnya.
Ratusan karya foto yang akan ditampilkan dalam pameran ini diambil dari berbagai daerah di penjuru Nusantara. Membawa ragam muatan isu dan pesan mulai dari segi ekonomi masyarakat, sosial, politik, lingkungan dan juga kebudayaan.
PFI DIY Jogjakarta mencoba untuk lebih kritis mengangkat istilah Madhang ini karena hal itu tidak bisa dilepaskan dari manusia. Terlebih dengan situasi sekarang dimana ketidakpastian terpampang jelas di depan mata.
“Serakahnya manusia mencari Madhang ini bisa banyak hal, seperti penebangan hutan yang masif juga berkaitan. Seharusnya tidak seperti itu, namun demi Madhang terus dilakukan sampai sekarang. Ya, sangat miris kami memandang itu,” ungkap pria yang kerap disapa Oblo itu.
Budayawan Sindhunata menegaskan anggota PFI dalam pameran ini ingin merefleksikan hal yang paling esensial dalam hidup, yakni madhang.
“Paling tidak, pameran foto kali ini adalah bukti bahwa fotografi itu baik dan indah, karena foto-foto itu bisa menangkap dan membentangkan kemanusiaan dalam momen-momen yang dijumpai oleh rekan-rekan PFI,” tegasnya.
Ketua PFI DIY Andreas Fitri Atmoko mengungkapkan dia Bersama rekan-rekannya ingin mengajak pengunjung untuk merenung tentang perjuangan rakyat kecil, tentang dinamika sosial yang tak pernah berhenti, dan tentang bagaimana manusia terus bertahan dengan caranya masing-masing.
Fotografer jurnalistik seringkali bekerja di garis depan tanpa banyak sorotan. Pameran ini menjadi salah satu ruang apresiasi atas keberanian dan integritas mereka dalam mengabadikan kebenaran,” tutupnya. (Tio)