Yogyakarta, Kabar Jogja – Dilaporkan memaksakan pemakaian jilbab kepada satu siswinya, SMAN 1 Banguntapan Bantul dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pasca kejadian, seminggu lebih korban tidak masuk sekolah dan depresi berat. Pendamping dibantu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tengah mencarikan sekolah penganti bagi korban.
Pendamping korban Yuliani saat ditemui di kantor ORI, Jumat (29/7), menceritakan awalnya korban di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tidak mengalami masalah.
“Selasa (19/7), dia dipanggil dan menghadap tiga guru BP. Mereka menginterograsi dia kenapa tidak memakai hijab dan dijawab belum mau berhijab. Meskipun sudah dibelikan orang tuanya,” kata Yuliani.
Atas jawaban ini ditengah interograsi lanjutan, satu guru BP mencontohkan memakai hijab dengan memasangkan paksa ke siswi. Karena tidak nyaman, siswi ini ijin ke kamar mandi.
“Di sana korban menangis satu jam lebih dan dijemput oleh guru BP. Di kamar mandi, siswi ini dalam kondisi lemas dan kemudian dipanggilkan orang tuannya. Pasca itu, dia tidak mau sekolah dan mengalami depresi berat,” lanjut Yuliani.
Saat Yuliani mengkonfirmasi ke ke pihak sekolah dan perwakilan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) DIY. Sekolah mencari kambing hitam dengan menyebut depresi siswi itu disebabkan permasalahan keluarga.
“Sekolah membantah ada pemaksaan pemakaian hijab. Saya tunjukan bukti kenapa sekolah mewajibkan siswi membeli hijab yang memuat identitas sekolah. Jelas ini pemaksaan dan melanggar. Dari situ mereka tidak bisa menjawab,” terangnya.
Kepala ORI DIY Budhi Masthuri mengatakan Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan, Agung Istiyanto mengatakan pihaknya tidak tahu mengenai subtasi kejadian.
“Kita turut mengklarifikasi SMAN 1 Banguntapan tentang program ‘Mengaji’ dan ‘Tadarus’ bagi seluruh siswa muslim. Ini merupakan program Kepsek sebelumnya dan karena baik dilanjutkan,” katanya.
ORI sendiri minggu depan akan memanggil dua guru BP, guru agama dan wali kelas yang relevan dalam kasus ini untuk pendalaman lebih lanjut.
“Kita akan melihat lebih jauh mengenai aturan seragam yang dikeluarkan sekolah. Termasuk mengenai kebijakan mewajibkan siswi muslim membeli hijab yang mengandung identitas SMAN 1 Banguntapan,” kata Budhi.
Kepala DIsdikpora DIY Didik Wardaya mengaku kasus ini tengah dalam penelusuran timnya.
"Sekolah pemerintah itu adalah sekolah yang mencerminkan replika kebhinekaan. Jadi kalau memang anak belum secara kemauan memakai jilbab ya tidak boleh dipaksakan karena itu sekolah pemerintah, bukan sekolah basis agama. Jika terbukti kami akan menindak sesuai aturan," ujarnya. (Tio)