Bantul, Kabar Jogja – Berupaya merefleksikan bahaya kesehatan dan gangguan mental pada remaja, komunitas sineas muda Yogyakarta menghadirkan empat film yang kondisi otentik tantangan yang dihadapi remaja saat ini. Empat film tersebut ditayangkan perdana pada Selasa (23/4) siang di Grhatama Pustaka Yogyakarta.
Berjudul Phytagoras, Diorama, Serenada, dan Memoar. Film-film ini merupakan hasil kolaborasi antara Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia (LAKI) dengan Yayasan Rumpun Nurani dan Sineas Muda dari Cakra Visual.
Ketua LAKI, Rennta Chrisdiana menyatakan alasan kuat kehadiran empat film yang dikerjakan selama delapan bulan penuh ini merujuk pada data yang dikeluarkan Indonesian National Adolescent Mental Health Survey.
“1 dari 3 remaja Indonesia memiliki satu gangguan mental setahun terakhir. Ditandai perubahan fisik, emosional dan sosial dimana mereka menunjukan mengalami gangguan kesehatan mental yang dapat berakibat hingga dewasa dan perilaku beresiko tinggi,” katanya.
LAKI juga menisiatori program School-Based Mental Health (SBMH) guna membangun sistem kesehatan jiwa berbasis sekolah. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan jiwa siswa melalui asesmen kesehatan mental bagi siswa, guru dan juga orang tua.
“Kami membuka akses layanan kesehatan mental dan kampanye publik urgensi keterhubungan dan kepedulian. Anak-anak sekarang ini babak belur oleh keadaan karena semakin jauh jarak mereka dengan kedua orang tuanya,” lanjutnya.
Lewat empat film ini, Rennta ingin menumbuhkan kesadaran-kesadaran dari orang tua, guru, maupun anak-anak sendiri untuk lebih peduli pada kesehatan mental. Bahkan orang tua dan guru dituntut sepenuhnya bertanggung jawab pada pertumbuhan anak-anaknya.
“Dukungan orang dewasa di keluarga maupun sekolah serta keterlibatan lebih praktisi kesejahteraan mental menjadi upaya kunci preventif, kuratif maupun rehabilitatif untuk menyelamatkan anak-anak kita,” tegasnya.
Lead Campaign SBMH, Ahmad Wasil Mustofa menyatakan setiap film membawa cerita, warna, pengalaman dan rasa yang berbeda-beda. Baginya karya ini mampu membuat penonton untuk merefleksikan kembali hal-hal yang pernah dilalui, bagaimana berucap dan berperilaku pada sesama.
“Ini merupakan wujud nyata dari upaya kami menyebarkan kepedulian terhadap kesehatan jiwa remaja. Melalui sebuah karya seni, kampanye ini memiliki harapan besar dalam menyebarkan kepedulian kesehatan jiwa,” terangnya.
Project Lead Sekawan, Febri Tugas Pratama, menyebut keempat film ini menjadi medium pertemuan gagasan dan karya seni sehingga menjadi cerminan kondisi riil yang dihadapi dari perspektif remaja secara otentik.
“Karya kolaboratif ini mengajarkan tentang tujuan dan kepedulian bersama. Kami berharap bisa menjadi object reflektif sekaligus pemantik percakapan berarti antara anak, orangtua, guru dan lingkungannya,” terangnya.
Febri menjelaskan selama 8 bulan ada sebanyak 30 crew yang terlibat. Di awal proyek semua gagasan, wacana dan ide mengenai isi film terus dikoordinasikan hingga memasuki proses produksi yang berlangsung 16 hari. (Tio)