-->
  • Jelajahi

    Copyright © KabarJogja.ID - Kabar Terkini Yogyakarta
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Wow, Gua Jepang di Jogja Ini Dipakai Sarana Offensive dan Defensive

    23/09/20, 14:00 WIB Last Updated 2020-09-23T07:01:29Z


    Sleman, Kabar Jogja - Berjarak sekitar 500 meter dari Candi Abang, terdapat empat gua Jepang yang berjejer. Sedikit tersembunyi dan samar.

    Karena dinding mukanya yang sudah berlumut. Serta di sekitarnya banyak ditumbuhi pepohonan rindang. Batu utuh yang dibuat rongga, menjadikan sebuah gua.

    Gua dengan letaknya yang tersembunyi tersebut digunakan untuk sistem pertahanan. Proses pembuatannya yakni dengan kerja paksa. Warga harus kerja keras untuk mengeruk bebatuan tersebut.

    Empat gua sisa peninggalan Jepang di era 1942-1945 tersebut memang dulunya digunakan sebagai penyimpanan amunisi. Sistem pertahanan untuk melindungi objek-objek vital. Salah satunya lapangan penerbangan Adisutjipto dari serangan tentara sekutu.

    Dari letaknya, yang berada di perbukitan tersebut memang ada suatu pesan yang dapat diambil. Sebagai pelajaran untuk kehidupan sehari-hari.

    Karena letak geografis gua-gua peninggalan Jepang ini tak terlalu berbeda jauh dengan yang lainnya. Di beberapa daerah, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

    "Sisi lain dari penelitian yang telah dilakukan, betapa uletnya orang Jepang pada waktu itu," kata seorang arkeolog, Muhammad Chawari.

    Letak-letak gua Jepang ini, banyak yang diperbukitan. Digunakan untuk tempat persembunyian serta penyerangan.

    "Sarana offensive, untuk menyerang serta untuk persembunyian. Kekhawatiran Jepang terhadap serangan sekutu dari atas (udara), maupun dari jalur-jalur darat. Sungai, jalan, atau jalur kereta api," katanya.

    Puluhan, bahkan ratusan mungkin yang telah ditelitinya gua maupun bunker milik Jepang. Tak hanya akses jalannya yang susah, namun juga ancaman-ancaman lainnya. Seperti binatang buas.

    "Di daerah Pati, setelah melewati pemukiman yang terakhir kita harus menyeberang satu sungai, dua kali. Kemudian naik ke perbukitan. Kalau tidak ada warga sana sebagai pemandu, akan sulit," tuturnya.

    Kemudian pengalamannya meneliti gua di daerah Banyuwangi. Sebelum waktu maghrib harus turun dari bukit, karena kepercayaan warga setempat sering muncul harimau.

    "Ada juga medan yang kemiringannya lebih dari 45 derajat. Kok ya tahu-tahunya letak yang terpencil dan terjal. Sekarang aja masih sulit menjangkau beberapa gua. Apalagi masa dulu," tuturnya.

    Dari situ, ia melihat masa pendudukan Jepang di Indonesia tetap saja ada hikmah yang dapat ditiru. "Keuletannya orang Jepang. Kita bisa belajar dari sana," ucapnya.(dho) 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close